Remember the five simple rules to be happy:

Sabtu, 21 November 2009

naskah "opera: senyum untuk masa depan"

Menatap atap meratap

Tampak sebuah rumah berbilik bambu yang sederhana namun terlihat rapi. Ada taman bunga yang tertata indah dan ada pagar yang baru separuh dibuat. Juga ada sebuah kursi panjang di bawah pohon yang setengah rimbun di depan rumah. Tampak Pak Kus yang sedang memasang pagar dan Bu Yayuk yang sedang menyapu halaman.

1. Bu Yayuk : “Pak, tadi sudah sarapan apa belum?”

2. Pak Kus : “Belum Bu. Nanti saja, sekarang masih tanggung”

3. Bu Yayuk : “Mbok yo sarapan to Pak. Biar mag-nya tidak kambuh lagi”

4. Pak Kus : “Iya Bu, sebentar lagi. Ini.. tinggal sedikit. Melakukan pekerjaan kalau hanya setengah-setengah kurang marem”

5. Bu Yayuk : “Perut mbok yo diisi to Pak, jangan dibiarkan kosong. Kesehatan itu dijaga. Ibu sedih setiap kali melihat Bapak pringisan gara-gara kena mag, gara-gara telat makan ”

6. Pak Kus : “Iya iya Bu, ini sudah hampir selesai. Rumah walaupun sederhana seperti ini, kalau kita buat rapi, bersih, sejuk dan nyaman, akan tampak cantik. Apalagi diberi tanam-tanaman dan pagar seperti ini. Lihat Bu... Rapi kan? Dan tidak semrawut..”

7. Bu Yayuk : (Tersenyum melihat hasil kerjaan suami) “Saya bangga punya suami seperti Bapak”

8. Pak Kus : (membalas senyuman Bu Yayuk) “Kaya Ibu, walaupun serba sederhana, pakaiannya, orangnya dan raut mukanya... Kalau selalu tersenyum, tampak rapi, bersih dan seger.. tampak cuuantik tur uuaayuu... ”

9. Bu Yayuk : “Bapak ki.. ”

10. Pak Kus : “Bener Bu.. Bapak tidak bohong. Tetapi......”

11. Bu Yayuk : “Tetapi apa Pak? ”

12. Pak Kus : “Kalau semrawut, mrengut..dan mbesengut. Uueelek koyo Mak Lampir...”

13. Bu Yayuk : “Bapak ki..rik ngono to??”

14. Pak Kus : “Buk... aku ke uwong. Dudu kirik...”

15. Bu Yayuk : “Maksudku, Bapak kok gitu sihh...??”

16. Pak Kus : “Marah ya...?? makanya, jangan semrawut, jangan mrengut dan jangan mbesengut.. biar tetep cuantik. Kaya rumah kita ini, kalau selalu rapi dan bersih kita betah di dalamnya. Begitu juga Ibu, kalau selalu tampak cuantik, he he he, Bapak juga betah di dalamnya..” (sambil nglirik anu-nya)

17. Bu Yayuk : “ Heleh... tenane?! Kadang-kadang baru pulang dari tegalan saja sudah Bapak serbu. Padahal semrawut, mrengut, mbesengut... kecut pisan..”

18. Pak Kus : “Kalau itu lain Bu, lha wong butuh kok. Nggak kuat ngempet”

19. Bu Yayuk : “Bapak ki..rik ngono to?? ”

20. Pak Kus : “Halah.. metu kirik e maneh..”

21. Bu Yayuk : “Hayoo!! Bapak lupa to? ”

22. Pak Kus : “Lupa apa Bu??”

23. Bu Yayuk : “Bapak belum sarapan. Tadi katanya mau sarapan. Yen mag-e kumat rasakno dhewe, ojo sambat nyang aku...”

24. Pak Kus : “Iya iya Bu. Tapi...”

25. Bu Yayuk : “Tapi opo maneh?? Tapian jarik??”

26. Pak Kus : “Golek boyo dilumpukne”

27. Bu Yayuk : “Maksude??”

28. Pak Kus : “Mbok yo dijupukne..”

29. Bu Yayuk : “Bapak ki.. rik ngono to??”

30. Pak Kus : “Ora sah kirik-kirikan maneh, gek jupukno. Sayang ra??”

31. Bu Yayuk : “Sayang... sayang.. Koyo cah pacaran wae...”

32. Pak Kus : “Ora gelem tak sayang?? Yo wis yen ngono... Tonggo opo ra yo enek sing gelem tak sayang..”

33. Bu Yayuk : “iya iya sayang... Adinda ambilkan.. ”

34. Pak Kus : “Huelehhh.. Adinda, adindut iyo...”

(Ibu bergegas masuk ke rumah mengambilkan makanan)

35. Bu Yayuk : “Ini Pak, sarapan spesial untuk kakanda tersayang”

36. Pak Kus : “Terima kasih adinda, dikau sangat memahami kakanda. Dan kakanda takkan membiarkan hati adinda tersakiti, cintaku hanya untukmu. Kan kuberikan semua yang kakanda punya hanya untukmu..” (sambil memegang piring yang berisi sego pecel dan berdeklamasi seperti penyair keluwen)

37. Bu Yayuk : “Oh.. kakanda... Benarkah??”

38. Pak Kus : “Benar sekali adinda... Semua yang kaknda miliki hanya untuk adinda tercinta”

39. Bu Yayuk : “Oh... kakanda... bolehkah adinda bertanya?”

40. Pak Kus : “Dengan segenap ketulusan hati, akan adinda jawab. Kalau pertanyaan dari adinda bisa kakanda jawab”

41. Bu Yayuk : “Ohh... kakanda, Sebenarnya....apa yang kakanda miliki?”

42. Pak Kus : “Kambing gadhuhan di belakang rumah yang baru beranak dua ekor... ”

43. Bu Yayuk : “Ohh kakanda.. indah sekali..... Adinda tidak minta lebih, adinda tidak minta dua, sepuluh... atau seratus ekor... adinda hanya minta....” (terdiam)

44. Pak Kus : “Apa adinda? Katakan sejujurnya... tidak usah risau hatimu memikirkannya...”

45. Bu Yayuk : (malu-malu) “Kakanda, adinda tidak mengharapkan materi, kecuali pas butuh... Adinda hanya ingin....ekor kakanda hanya untuk adinda... Jangan diekorkan ke yang lain ya kakanda...”

46. Pak Kus : “Adinda...” (tiba-tiba ada tetangga lewat, berpakain serba mewah dan necis) (Malu banget tau..)

47. Pak Mahindra : “Bu Yayuk dan Pak Kus kaya anak muda saja”

48. Bu Iva : “Romantis banget, weleh weleh... Jadi pengen..”

49. Bu Yayuk : “Eh... Bu Iva, jadi malu...”

50. Bu Iva : “Nggak apa-apa kok Bu, teruskan saja. Malah jadi tontonan gratis kok. Aku juga jadi ingat waktu masih muda dulu... iya kan Pak??”

51. Pak Mahindra : ”Bener banget. Wah wah wah, Pak Kus ini ternyata pinter akting. Kita tadi sebenarnya sudah lama disana, karena ada tontonan gratis, perjalanan kita pause. Lihat Bapak dan Ibu tadi, seperti lagi lihat orang main teater. Ternyata Bapak jago main teater juga ya... Dulu latihan dimana Pak?”

52. Pak Kus : “Aah.. Pak Mahindra bisa saja... Sekali tempo romantis kaya anak muda kan nggak apa-apa. Jangan hanya anak muda saja yang romantis. Lha wong jaman sekarang ini, anak-anak muda yang pacaran saja kelakuannya sudah seperti kita. Adus bareng, turu bareng dan ehem ehem bareng...”

53. Bu Yayuk : “Sebagai orang tua, saya semakin kawatir Pak, kita kan tidak bisa mengawasi mereka setiap detik”

54. Bu Iva : “Bener Bu.. Tapi saya yakin kalau anakku tidak akan melakukan hal serendah dan sehina itu. Kalau anak tetangga, saya kurang tahu ya...”

55. Bu Yayuk : “Semoga anak-anak kita tidak terjerumus dalam lembah nista yang hina itu”

56. Pak Kus : “Itu juga tergantung kita, apakah sebagai orang tua, kita bisa memberi pendidikan moral yang tepat atau tidak”

57. Pak Mahindra : “Saya sudah memulainya, anak-anak saya suruh sekolah yang tinggi, saya suruh mereka mencari pengalaman di luar, kalau hanya di daerah sini...mereka tidak akan berkembang. Pak Kus dan Bu Yayuk kan tahu, anak-anak saya sekolah dimana. Mereka termasuk anak-anak yang aktif di daerah sini. Mereka juga termasuk anak-anak yang paling pinter”

58. Pak Kus : “Pendidikan yang tinggi sangat diperlukan Pak, itu bagus banget. Apalagi Bapak mampu membiayainya. Tetapi, pendidikan yang tinggi juga belum menjamin anak kita tidak terjerumus. Malah, yang melakukan hal-hal yang hina itu kebanyakan adalah anak-anak yang sekolah dhuwur. Saya sebagai orang tua jadi semakin miris”

59. Bu Iva : “Anakku kan anak yang patuh dan taat. Mereka juga anak-anak yang disiplin. Tidak mungkin mereka akan seperti itu”

60. Bu Yayuk : “Semoga begitu Bu. Saya juga akan ikut bangga jika memiliki tetangga yang bisa berhasil dan sukses”

61. Pak Mahindra : “Terima kasih Bu. Semoga, begitu juga dengan anak-anak Ibu”

62. Bu Iva : ”Pak, ayo kita lanjutkan perjalanan. Mau shopping banyak, nanti keburu supermarketnya tutup dan tidak bisa mborong semua”

63. Pak Mahindra : “Mari Pak, Bu, pareng...”

64. Pak Kus&Bu Yayuk : ”Monggo...”

65. Bu Yayuk : “Lagake koyo wong sugih-sugiho dhewe, opo malah semugih??”

66. Pak Kus : “Lha yo terah sugih. Kalau kita berlagak seperti itu, ya tidak pantas. Kita bukan orang sugih, yen semugih yo ra patut babar pisan, sugih blegedu po...”

67. Bu Yayuk : “Iya Pak, kita memang bukan orang kaya, tapi kita masih punya harga diri. Apa orang yang tidak punya seperti kita ini tidak berusaha menyekolahkan anak? Padahal, anak-anak kita juga pinter, nilai-nilainya jauh lebih bagus daripada anak-anak mereka”

68. Pak Kus : “Bu, tidak usah begitu... Tidak uasah ngrasani seperti itu, tidak ada manfaatnya, malah nambah-nambahi dosa. Mereka begitu karena mereka mampu begitu. Kita tidak begitu, karena kita tidak bisa seperti itu”

69. Bu Yayuk : “Tapi Pak, aku tadi tersinggung. Aku sakit hati. Ingin rasanya ku sumpal mulut si Iva tadi dengan sandal jepitku yang sudah kawak ini...” (terdiam)

70. Pak Kus : “Tadi to? Ya sudah, tersinggungnya tadi saja, sekarang tidak usah. Kalau Ibu terus-terusan mangkel seperti itu, bisa-bisa Ibu kena liper, jangan sakit hati Bu, mahal obatnya. Daripada untuk ngobati sakit hati, mending buat mbangun rumah kita yang sederhana ini agar lebih patut”

71. Bu Yayuk : “Bapak kok malah mau nambah-nambahi sakit hatiku to....??”

72. Pak Kus : “Bapak tidak mau nambah-nambahi, Bapak hanya ingin Ibu tidak suudhon sperti itu. Manusia itu tidak ada yang sempurna Bu, semua punya kelebihan dan kekurangan. Kita sebaiknya bisa menerima itu”

73. Bu Yayuk : “Pak, saya sudah mengerti. Tetapi kalau ada orang yang seperti itu, tidak ada toleransi”

74. Pak Kus : “Ya sudah, Bapak tidak ingin bertengkar gara-gara hal seperti ini” (mendekati Bu Yayuk dan merangkulnya) ”Bu, kita harus bersyukur dengan keadaan kita sekara ng. Kita tidak kurang pangan, tidak bingung papan dan masih bisa nyandang”

75. Bu Yayuk : (terdiam beberapa saat) “Pak, maafkan Ibu...”

76. Pak Kus : “Ya Bu, Bapak ngerti. Jangan diulangi lagi ya sayang...”

77. Bu Yayuk : “Bapak ki....” (manja)

78. Pak Kus : “Ora ditambahi rik neh to?”

79. Bu Yayuk : “Ibu sekarang ke belakang dulu ya Pak, tak njemur umbahan”

80. Pak Kus : “Mending ngono, timbang njemur lambe karo ilat buat ngrasani”

(Ibu ke belakang, bapak sendirian)

81. Pak Kus : “Bapak sudah cukup senang dan bahagia dengan keadaan kita yang seperti sekarang ini Bu, punya istri yang jujur dan setia, anak-anak yang manut dan tidak kakehan polah. Tetapi, kadang-kadang Bapak tidak tega melihat Ibu. Ibu yang selalu menerima apa adanya, selalu menemani dalam suka dan duka. Tetapi Bapak tidak mampu memberi sesuatu yang lebih. Maafkan Bapak Bu...”

(Datang Kang Parmin yang sedang nyunggi suket)

82. Parmin : “Dancuk.... terah mongso wis tigo, golek suket ngalah-ngalahne golek bojo”

83. Pak Kus : “Halah, teko-teko wis entuk sego sepincuk. Ada apa Min? Datang-datang kok mincuk?”

84. Parmin : “Gimana tidak mangkel Kang, suket wis gareng kabeh. Padahal saya tadi berangkat esuk mruput. Sampai sesiang ini hanya dapat segini. Sapiku yen kaliren piye?”

85. Pak Kus : “Bukan kamu to yang kaliren?”

86. Parmin : “Yen ngene terus iso-iso aku yo kaliren Kang. Sampeyang penak, ra nduwe ingon-ingon. Aku...?”

87. Pak Kus : “Lha ingon-ingonmu tak pek opo piye?

88. Parmin : “Lhah, yo ojo!!”

89. Pak Kus : “Tadi katanya penak tidak punya ingon-ingon. Makanya, ben kowe penak... ingon-ingonmu tak pek e...”

90. Parmin : “Aku ngko yo cotho no...” (ndelehne sukete)

91. Pak Kus : “Yo wis, leren kono dhisik. Buuk, Ibuuk...”

92. Bu Yayuk : “Dalem Pak, Ada apa??” (njawab dari dalam rumah)

93. Pak Kus : ”Buatkan teh dua gelas...!”

94. Bu Yayuk : “Ada tamu to Pak? Siapa? Tamu agung to?”

95. Pak Kus : ”Tamune bukan dari Tulungagung, tapi dari Nganjuk”

96. Bu Yayuk : “Siapa Pak?”

97. Pak Kus : ”Parmin”

98. Bu Yayuk : “Halah!! Tak kira siapa. Min, kamu baru datang dari Nganjuk to?”

99. Pak Kus : ”Siapa yang dari Nganjuk yu, dari ngarit”

100. Bu Yayuk : “Lha kok Bapak bilangnya dari Nganjuk?”

101. Parmin : ”Lha mboh bojomu kuwi...”

102. Pak Kus : ”Iyo... kat Nganjuk nggowo tuku sego sepincuk oleh-olehe Dan...dang...”

(Bu Yayuk keluar membawa 2 gelas teh)

103. Bu Yayuk : “Eee alah. Ada apa Min?”

104. Parmin : ”Hawane ndunyo semakin panas Yu. Suket podo mutung, tidak mau tumbuh lagi. Kat esuk mruput hanya dapat segitu. Jangankan buat sapi, buat saya saja ra warek”

105. Pak Kus : ”Tidak usah nggresula Min, hidup sudah susah. Jangan dibuat tambah parah”

106. Parmin : ”Sampeyan kok penak men ongkang-ongkang di rumah?”

107. Pak Kus : ”Pingine ora ongkang-ongkang Min, tetapi karena proyekan di desa kita ini pada macet, dalan golek pangan yo rodok mampet”

108. Parmin : ”Tidak nyari jalan lain Kang?”

109. Pak Kus : ”Isone mung buruh Min. Arep magang caleg... ngko ora dadi malah edan”

110. Parmin : ”Iya Kang, orang kaya kita ini mau maju susah. Yang maju semakin maju, yang ketinggalan soyo kepancal...”

111. Pak Kus : ”Tapi kita tidak boleh nggresula Min. Rejeki sudah ada yang ngatur”

112. Parmin : ”Apakah kalau kita meneng wae rejeki pasti datang”

113. Pak Kus : ”Bukan begitu, kita juga wajib berusaha. Kalau dari usaha-usaha kita belum menunjukkan keberhasilan, kita juga tidak boleh langsung putus asa. Tidak boleh langsung nggresulo. Opo maneh metu pincuke...”

114. Bu Yayuk : ”Iya Min, segala sesuatu harus kita syukuri. Kita juga harus bersabar wong sabar bakal subur. Wong syukur bakal makmur”

115. Parmin : ”Iyo Yu... aku wis sabar. Nanging sabar itu kan ada batasnya. Sabar terus bisa-bisa malah bubar. Syukur itu juga lihat-lihat, syukur terus suwe-suwe empur...”

116. Pak Kus : ”Panas yo panas, tehmu kuwi wis ra panas. Ombenen... selak dientekne laler”

117. Parmin : ”Monggo Kang...Yu... Matur nuwun. Pas ngelake koyo mboh enek wedang. Seger tenan... penaak tenaan. Mak clesss......” (nyruput pisan langsung entek)

118. Pak Kus : ”Sekarang bagaimana rasanya setelah minum teh buatan Mbakyumu”

119. Parmin : ”suuegerrr poolll Kang. Matur nuwun banget...”

120. Pak Kus : ”Min, umpamanya kamu tadi tidak dari ngarit, tidak begitu ngelak. Terus minum teh. Rasanya gimana??”

121. Parmin : ”Yaa... biasa saja Kang”

122. Pak Kus : ”Biasa piye?”

123. Parmin : ”Yaaa... mungkin tidak seseger ini...”

124. Pak Kus : ”Nah...!! Itulah hidup Min. Kita akan merasakan hal yang sangat luar biasa bahagia dan nikmatnya, setelah kita mengalami perjuangan yang sangat luar biasa juga. Keringatmu tadi adalah usahamu, kelelahanmu adalah pengorbananmu, teh tadi adalah rejeki yang tidak terduga, dan hilangnya hausmu adalah kebahagiaanmu”

125. Parmin : ”Anu Kang...”

126. Pak Kus : ”Apa...?”

127. Parmin : ”Terus... Dancukku tadi apa Kang”

128. Pak Kus : ”Kalau itu ya kegagalanmu. Misalnya tadi kamu misuh-misuh terus sampai Mbakyumu dengar gimana...”

129. Bu Yayuk : “Jadi kamu tadi sampek misuh-misuh to...? Ngertio ngono ra sudi nggawekne teh”

130. Pak Kus : ”Nah... Itu dia jawabannya...”

131. Parmin : ”Maaf kang... Seprane Yu...”

132. Pak Kus : ”Ojo njaluk sepuro menyang aku. Njaluko sepuro marang sing nggawekne sapimu iso babar...”

133. Parmin : ”Oooo... Nyang Pak Peno, mantri kawin suntik sapi??”

134. Pak Kus : ”Cengoh kok diingu. Sapimu kae ingunen. Yo marang sing nggawe urip to...”

135. Parmin : ”Nggih Kang... matursuwun nasehatnya. Juga maturnuwun tehnya. Saya mau permisi pulang dulu. Masih ada pekerjaan lain”

136. Pak Kus : “Yo Min. Ojo kakehan nggresula yo??”

137. Parmin : ”Yu, saya pulang dulu. Terima kasih.” (sambil mangkul suket)

138. Bu Yayuk : ”Lho Min, kok buru-buru pulang mau kemana?”

139. Parmin : ”Ada pekerjaan lain yang sangat penting...” (jalan)

140. Bu Yayuk : ”Pekerjaan apa to Min?”

141. Parmin : ”NYEKET” (Nyeket buntutan)

142. Pak Kus : ”5329”

143. Parmin : ”Piro kang?”

144. Pak Kus : ”Gek ndang lungo”

(Parmin keluar)

145. Pak Kus : ”Bu, tulung bapak pijetono...” (sambil bergegas masuk ke rumah) ”plus-plus yo Bu...?”

146. Bu Yayuk : ”Panase koyo ngene kok njaluk.... emmoohhh.....” (Bu yayuk nyusul masuk ke rumah)

Muncul 3 orang perampok yang sedang kabur dari kejaran petugas.

147. Perampok 1 : ”Bos, sepertinya tempat ini aman untuk kita sembunyi”

148. Perampok 2 : ”Benar Bos, polisi tidak akan curiga kalau kita bersembunyi ditempat ini. Dan kelihatannya, penghuni rumah ini sedang keluar”

149. Bos Perampok : ”MMmmm... ide yang bagus. Ayo cepet sembunyi, nunggu apa?”

150. Perampok 2 : ”Ayo cepet...!!!”

151. Perampok 1 : ”Iya iya, ini....”

152. Perampok 2 : ”ini apa??”

153. Perampok 1 : ”celanaku mau mlorot...”

154. Bos Perampok : ”Ayo cepat sembunyi... kalian ini...!! Jadi perampok kok goblok...?”

155. Perampok 1 : ”Kalau aku pinter ya tidak ngrampok, jadi rektor, atau pembantu rektor... atau setidaknya...jadi dosen...”

156. Bos Perampok : ”Goblook...!! Kalain mau aman atau mau mampus”

157. Perampok 1&2 : ”Cari aman dong boss...”

158. Bos Perampok : ”Makanya cepet sembunyi!! Pantas..., setiap kali ngrampok gagal terus. Karena punya anak buah yang goblok seperti kalian”

159. Perampok 2 : ”Bos... bolehkah saya tanya Bos...?”

160. Bos Perampok : ”apa??”

161. Perampok 2 : ”Katanya, bos itu selalu lebih daripada anak buahnya. Lebih segala-galanya. Benar tidak Bos??”

162. Bos Perampok : ”Ya jelas. Karena bos itu adalah pimpinan, atasan dan juragan...”

163. Perampok 2 : ”Jadi...???”

164. Bos Perampok : ”Jadi apa??”

165. Perampok 1&2 : ”Jadi... jadi bos lebih guuoblok daripada kita”

166. Bos Perampok : ”Dasar anak buah begok...! Ehhh...!! Bosmu ini masih punya satu lebih lagi...??”

167. Perampok 1&2 : ”apa bos??”

168. Bos Perampok : ”Aku bisa lebih marah kalau kalian tidak cepak sembunyi GOBLOOOK!!”

Perampok 1&2 lari kocar-kacir mencari tempat sembunyi. Si Bos sembunyi ke belakang rumah dan perampok 1&2 sembunyi di balik pohon.

169. Perampok 1 : ”Dari dulu hingga sekarang, yang namanya bawahan tidak enak babar pisan ya??”

170. Perampok 2 : ”Namanya juga bawahan, harus manut atasan. Kalau tidak manut sama saja dengan bunuh diri”

171. Perampok 1 : ”Kapan ya orang-orang seperti kita ini bisa hidup enak?”

172. Perampok 2 : ”Kamu sudah berusaha belum supaya bisa hidup yang enak?”

173. Perampok 1 : ”Sudah. Salah satunya ya seperti ini. Tetapi, tetap saja tidak ada perubahan. Malah semakin tidak karu-karuan”

174. Perampok 2 : ”Kadal buntung kirik nggantung asu gadung mangan balung...” (tiba-tiba keluar dari persembunyian)

175. Perampok 1 : ”Kenapa kamu kesitu? Nanti kalau ada polisi terus ketangkap yo blahi. Selain dipenjara, kamu bisa dibunuh si Bos”

176. Perampok 2 : ”Hiiii hiii.... Coba lihat di belakangmu...!”

177. Perampok 1 : ”Jangkriiik!!!”

178. Perampok 2 : ”Bukan jangkriik...!”

179. Perampok 1 : ”Bukan jangkrike... Misuhku sing jangkrik...” (terperanjat keluar) ”Untung kamu bilang, kalau kamu tidak bilang, aku pasti bisa mampus lebih cepat daripada mampus ketahuan polisi...”

180. Perampok 2 : ”Tadi, apa yang kamu lihat?”

181. Perampok 1 : ”Hi hi hi hi... nggilani....”

182. Perampok 2 : ”Kamu takut?”

183. Perampok 1 : ”BANGET!!”

184. Perampok 2 : ”Sama, aku juga”

185. Bos Perampok : (teriak dari persembunyian) ” Kenapa kalian keluar?? Cepat kembali ke tempat persembunyianmua! Atau aku tembak dari sini”

186. Perampok 1 : ”Tembak saja bos, mending ditembak daripada ...... hi iii iii iii...”

187. Perampok 2 : ”Iya Bos... Kalu bos tahu, bos pasti akan bertindak sama seperti kita, yaitu kabur”

188. Bos Perampok : (keluar dari persembunyian) ”Kalian ini mau cari mampus ya? Kalau kalian mampus aku juga ikut mampus. Kalian harus....”

Tiba-tiba terdengar suara tembakan ke arah mereka. Mereka langsung kocar-kacir. Tembakan tersebut mengenai rumah Pak Kus.

189. Polisi : (suara dari dalam) ”Menyerahlah kalian...!!”

Para perampok sembunyi di balik pagar

.......(kalau ingin tahu lanjutannya, hubungi saya...)

1 komentar:

  1. Salam kenal mAs...saya baca dari sebuah komentar di sebuah blog katanya mas gemar Matematika,dan mas bilang klo ngajar Matematika bisa lewat komik,
    kebetulan di SD saya ngajar Matematika,ngajarin Matematika pake komik mksudnya gimana MAs?? Ajarin dong?? Thank

    BalasHapus